BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidroponik (hydroponic) berasal dari
kata hidro yang berarti air dan ponus
yang
berarti daya. Dengan demikian, hidroponik memiliki arti memberdayakan air.
Hidroponik juga didefinisikan sebagai soilless culture atau budi daya
tanaman
tanpa media
tanah. Berbagai macam sistem hidroponik telah diciptakan dan dikembangkan
menjadi sebuah sistem bercocok tanam yang mampu berdiri sendiri (independent)
maupun sistem bercocok tanam yang terintegrasi dengan sistem elektronik
canggih. Metode bercocok tanam secara hidroponik ini berbeda dengan metode bercocok
tanam didalam rumah kaca (greenhouse), meskipun banyak budidaya hidroponik
dilakukan didalam rumah kaca. Penggunaan rumah kaca dalam system hidroponik
lebih banyak disebabkan karena faktor-faktor tertentu seperti ekosistem yang
lebih mudah dikendalikan, keterbatasan lahan, variasi jenis tanaman dalam satu
lahan dan lain-lain.
Secara prinsip, teknik dasar untuk pembibitan anak semai dalam system
hidroponik tetap menggunakan hidroponik Substrat. Sedangkan teknik hidroponik
yang
lainnya seperti teknik NFT (Nutrient Film Technic), Ebb and Flow,
Aeroponik, DFT (Deep Flow Technic), DFT plus Aerator, Hidroponic
Sifon dan Top Feeding merupakan metode penyiraman dan metode tanam
yang digunakan dalam budidaya tanaman. Teknik NFT merupakan salah satu teknik
yang paling berhasil dan banyak digunakan karena memiliki effisiensi tinggi
pada saat digunakan dalam penanaman, budidaya anak semai berumur dua minggu
keatas. Selain itu lahan tanam untuk teknik NFT tidak mudah rusak, mudah
dibersihkan (terbuat dari plastik PVC) dan dapat dikonfigurasikan sebagai
sistem penyiraman yang tidak memungut kembali kelebihan aliran larutan hara (drain
to wash) maupun system penyiraman yang mensirkulasikan kembali kelebihan
larutan hara (aquaponic). Sayangnya model talang PVC khusus untuk NFT
tidak tersedia di Indonesia dan harus dicari model penggantinya. Bahan-bahan
seperti fiberglass, multiplex, dan papan kayu telah dicoba di IPB Bogor,
tetapi hasilnya tidak memuaskan. Berdasar pengujian yang telah dilakukan,
kondisi ini lebih banyak disebabkan karena spesifikasi teknik talang PVC khusus
untuk NFT tidak dipublikasikan secara luas dan tidak dijual secara bebas.
Selain itu, hal penting yang mempengaruhi hasil teknik ini adalah penggunaaan timer
standart (sebagai pengatur metode penyiraman otomatis), sehingga proses
penyiraman tanaman tidak dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman itu sendiri
(terjadi pemborosan air dan nutrisi).
1.2 Tujuan
Mengerti dan memahami
pemanfaatan media tanam non tanah dalam budidaya secara hidroponik serta
mengkaji respon dari media yang ada terhadap pertumbuhan tanaman.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
Selama ini
pupuk yang umum digunakan dalam sistem budidaya hidroponik adalah pupuk khusus
hidroponik seperti Joro A dan B, AB Mix A dan B, Margaflor, Growmore dan
lainnya. Sementara bila dilihat kandungan hara yang ada dalam pupuk hidroponik
dengan pupuk pelengkap cair (PPC) yang beredar dipasaran adalah sama, yaitu
sama-sama mengandung hara makro dan mikro (Sormin at al, 2010). Berbeda dengan
cara penanaman biasa, bila pada penanaman biasa yang digunakan adalah media
tanah, pada tanaman hidroponik media yang digunakan bukanlah media tanah,
tetapi dapat berupa batu apung, air, arang sekam, dan pasir. Keuntungan yang
diperoleh pun cukup berlimpah, diantaranya adalah tanaman menjadi lebih bersih,
tidak membutuhkan tempat yang luas, dan lain-lain. Tanaman dapat ditanam dengan
metode ini antara lain, jenis sayuran (contoh: selada, caysim, bayam,
kangkung), jenis sayuran buah (contoh: tomat, terong, mentimun), dan lain-lain.
Kecepatan dari penyerapan air pada
suatu bahan ditentukan oleh materi penyusun bahan dan juga luas permukaan dari
bahan tersebut, semakin luas permukaan dari bahan maka akan semakin cepat
proses penyerapan air oleh bahan. Materi penyusun dari bahan juga menentukan
proses penyerapan air karena
berkaitan
dengan rongga yang terdapat pada bahan sehingga dapat menampung air yang terserap.
Kemampuan suatu bahan dalam menyimpan dan menyerap air juga dipengaruhi oleh
adanya kemampuan mengembang dan mengkerutnya bahan sehingga air dapat terserap
masuk ke dalam bahan (Hakim at al, tanpa tahun). Penyerapan nutrisimerupakan komponen penting dalam budidaya
NFT. Namun seringkali nutrisi yang diberikan tidak dapat diserap tanaman karena
aliran nutrisi yang tidak dapat merata di seluruh permukaan talang sehingga
akar tidak tersentuh aliran nutrisi akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat.
Peranmedia sangat diperlukan dalam penyebaran nutrisi di dalam talang sehingga
perlu dikajimacammedia apa yang tepat untuk NFT untuk mendukung penyerapan
nutrisi oleh tanaman (Harjoko,2009).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan teknologi
hidroponik yang bersifat tepat guna antara lain berkaitan dengan pemilihan
media tanam (substrat) dan pengaturan komposisi nutrisi yang digunakan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu diupayakan pengembangan sistem
pemberian larutan nutrisi yang efisien dengan mempertimbangkan jenis substrat
serta komposisi larutan nutrisi yang digunakan. Kebutuhan hara berdasar suplai
dari luar, larutan nutrisi yang diberikan terdiri atas garam-garam makro dan
mikro yang dibuat dalam larutan stok A dan B. Larutan nutrisi stok A terdiri
atas unsur N, K, Ca, dan Fe, sedangkan stok B terdiri atas unsur P, Mg, S, B,
Mn, Cu, Na, Mo, dan Zn. Selain itu, nutrisi yang terdiri dari unsur hara makro
dan mikro merupakan hara yang mutlak diperlukan untuk memperbaiki pertumbuhan
tanaman (Samanhudi, tanpa tahun).
BAB 3. METODOLOGI
3.1 Waktu
dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada Tanggal 15 Maret 2013 pukul 12.00-selesai, dilaksanakan di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
3.2 Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan
1. Larutan
nutrisi A, B Mix.
2. Pupuk
gandasil B
3. Pupuk
NPK,Urea, KCL dan SP-36
4. Fungisida
dan insektisida
5. Ajir atau
penyangga tanaman
3.2.2 Alat
1. Pot plastic
2. Pipa
paralon
3. Gelas ukur
4. Cetok/alat
pengaduk
5. Sprayer
3.3 Cara Kerja
1. Menanam
bibit tomat kedalam media padat/substrat dan bibit tanaman kangkung pada media
NFT yang telah tersedia dengan terlebih dahulu melepaskan polibag bibit.
2. Memadatkan
media disekitar pangkal bibit dan untuk media NFT berikan penyangga spon pada
pangkal bibit.
3. Menyiram
media dengan air bersih.
4. Melakukan
penyiraman nutrisi A,B Mix.
5. Melakukan pemupukan
dengan NPK, Urea, KCL dan SP-36
6. Melakukan
perawatan yaitu : membuang tunas-tunas air, melakukan pengikatan batang pada
ajir, mengendalikan OPT.
7. Mengamati
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buah per tanaman, berat buah per tanaman.
4.2 Pembahasan
Pada praktikum aplikasi hidroponik
ini menggunakan beberapa media tanam, antara lain tanah, kompos, serbuk
gergaji, cocopeat. Dari berbagai media itu untuk memperoleh hasil yang maksimal
dilakukan pencampuran-pencampuran media, seperti campuran:
1. Tanah : kompos:serbuk
gergaji dengan perbandingan 1:1:1.
2. Tanah :
kompos dengan perbandingan 2:1.
3. Kompos :
cocopeat dengan perbandingan 2:1.
4. Pasir :
cocopeat dengan perbandingan 2:1.
5. Hanya
Kompos tanpa ada campuran.
6. Cocopeat :
kompos dengan perbandingan 2:1.
Dari berbagai campuran-campuran tersebut,
diperoleh data yang menunjukkan media pertumbuhan yang paling baik bagi tanaman
yaitu media campuran Pasir : Cocopeat. Karena dari setiap pengamatan, pada
media Pasir : Cocopeat diperoleh data pengukuran paling tinggi dari pada media
yang lain. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali selama 4 minggu.
Untuk memperoleh hasil yang baik Media tanaman hidroponik
yang ideal untuk tanaman hidroponik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Bersifat poros atau mudah membuang
air yang berlebihan.
2. Berstruktur gembur, subur dan dapat
menyimpan air yang cukup untuk pertumbuhan tanaman.
3. Tidak mengandung garam laut atau
kadar salinitas rendah.
4. Keasaman tanah netral hingga
alkalis, yakni pada pH 6 – 7.
5. Tidak mengandung organisme penyebab
hama dan penyakit.
6. Mengandung bahan kapur atau kaya
unsur kalsium.
Pada
praktikum kali ini menggunakan tanaman sawi dengan ulangan sebanyak 5 ulangan.
Tanaman sawi dari beberapa kelompok pada praktikum ini banyak yang mengalami
kematian pada minggu kedua dan minggu ke tiga. Kematian-kematian ini
kemungkinan bisa saja dikarenakan kepekatan nutrisi yang diberikan sehingga
sawi mengalami keracunan.
DAFTAR PUSTAKA
Edsu.
2008. Hidroponik NFT, Sayuran keluaga & Sayuran Komersil. http://ediskoe.blogspot.com/2008/09/hidroponik-nft-sayuran-keluaga -sayuran.html
Hakim, dkk.
(Tanpa Tahun). Kapasitas Penyerapan dan Penyimpanan Air pada Berbagai Ukuran
Gel dari Tepung Karaginan untuk Pembuatan Media Jeloponik. FMIPA UNDIP.
Harjoko
Dwi. 2009. Studi Macam Media dan Debit Aliran terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Sawi (Brassica Juncea L.) by
NFT. Agrosains 11(2): 58-62.
Haryanto
Eko, dkk, 2007. Sawi dan Selada. Jakarta. Penebar Swadaya.
Haryoto, 2009. Bertanam Seledri Secara Hidroponik.
Yogyakarta. Kanisius.
Istikomah
Siti, 2005. Menanam Hidroponik. Yogyakarta. Ganeca Exast.
Lingga
Pinus, 2006. Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Depok, Jakarta. Penebar
Swadaya.
Rochintaniawati Diana. (Tanpa
Tahun). Hidroponik Sederhana.
Said
Ahmad, 2006. Budi Daya Mentimun dan Tanaman Semusim Secara Hidroponik.
Yogyakarta. Ganeca Exact.
Setyowati Diah. (2009). Pengaruh Penutupan Buah Melon terhadap
Kualitas Buah Melon. IPB.
Siswadi. 2008. Berbagai Formulasi
Kebutuhan Nutrisi Pada Sistem Hidroponik.
Inovasi Pertanian. 7(1): 103-110.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar